Proses Pembentukan Gunung Api (Indonesia). Selamat datang di blog Info Teraru 2014 pada kesempatan kali ini admin ingin berbagi informasi seputar dunia pendidikan (IPA). Seperti kita ketahui di negara kita sedang terjadi banyak musibah, dari banjir, tanah longsor, gempa bumi dan gunung meletus. Semua bencana ini merupakan cobaan untuk kita sebagai umat manusia, dan merupakan peringatan untuk kita sebagai umat manusia untuk selalu ingat kepada-Nya, dan menjaga lingkungan kita tercinta ini.
Nah, pada kesempatan kali ini admin akan berbagi informasi seputar gunung berapi, khususnya gunung berapi di Indonesia, berikut informasi bagaimana gunung berapi terbentuk dan apa maksud dari "Ring Of Fire" dan Tipe tipe letuasan gunung berapi, semuanya terangkum jelas disini, Berikut informasinya.
Indonesia dikenal sebagai “ring of fire”, negara cincin api yang dikelilingi oleh gunung-gunung berapi aktif. Gunung-gunung itu tersebar diberbagai tempat di Indonesia. Gunung api adalah tumpukan material yang menumpuk di permukaan bumi akibat dari adanya letusan yang keluar dari sebuah kepundan/lubang tempat keluarnya batuan cair (magma) dan gas ke permukaan bumi. Atau tempat munculnya leleran/rempah lepas yang berasal dari bagian dalam bumi.
Bila batuan cair (magma) atau gas mendesak keluar akibat terjadinya peningkatan suhu, serta batuan penutup tidak sanggup untuk menahannya, maka akan terjadi letusan. Gunung api adalah hal yang sangat misterius di jagat ini. Secara umum, gunung api Indonesia memiliki tipe strato. Vulkanologi sebagai ilmu yang mendalami tentang kegunung apian merupakan gabungan dari ilmu-ilmu geologi, fisika dan kimia. Akar gunung api terdapat jauh di dalam bumi.
Proses Pembentukan Gunung Api
Pendekatann teoritis mengatakan proses terjadinya gunung api adalah bahwa dalam teori tektonik lempeng (plate tectonic), bagian dari kulit bumi (litosfer), merupakan lempeng yang tegar (rigid) bergerak terhadap satu dengan yang lainnya dalam suatu massa yang plastis (astenospher) dengan kecepatan beberapa sentimeter pertahun. Bila kedua lempeng bertabrakan, maka salah satu lempeng akan menukik ke dalam.
Secara teori, bisa dikatakan bahwa lempeng benua (continental plate) mengapung relative terhadap lempeng samudra (sea plate). Bila suatu ketika keduanya bertabrakan, maka lempeng Samudra akan menukik karena dianggap lebih plastis dan mempunyai density yang rendah. Daerah tabrakan tersebut disebut “zona tumbukan” (subduction zone).
Di zona tumbukan tersebut lempeng samudra mengalami proses dehidrasi dan pelelehan batuan (melting rocks) akibat panas dan tekanan yang terbentuk saat itu. Leburan batuan itu lalu bereaksi dengan lapisan mantel yang kemudian mengalami differensiasi, assimilasi dengan lempeng benua dan keluar melalui rekahan yang terbentuk ketika tabrakan berlangsung dan akhirnya membentuk rangkaian pusat-pusat magmatis yang berkembang menjadi sebuah gunung api.
Batuan cair pijar (magma) relative lebih ringan dibanding batuan dingin disekitarnya, akibatnya secara perlahan namun menerus batuan cair itu dapat menerobos permukaan bumi. Perjalanan magma menerobos batuan yang padat dan kokoh bukanlah hal yang mudah, karena kadangkala magma kehabisan energy dan berhenti disuatu tempat membentuk sebuah kantong. Bila suatu saat batuan diatasnya rekah atau retak karena gempa bumi, maka magma tersebut akan melanjutkan perjalanannya mencapai permukaan bumi. Hal itu terjadi selama beberapa kali diselingi letusan, yang akhirnya membentuk suatu tumpukan batuan yang menjadi cikal bakal gunung api.
Gunung Api Indonesia
Peta gunung api Indonesia terentang dari pulai Sumatera, menyusuri Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara hingga ke bagian timur Maluku dan membelot ke Sulawesi, yang jika digambarkan seperti melingkari kepulauan Indonesia, sehingga dari sanalah dikenal sebagai Lingkaran Api Indonesia (ring of fire) atau Jalur Tektonik Indonesia.
Jumlah gunung api Indonesia mencapai 129 atau setara 13% dari jumlah gunung api yang ada di dunia. Tidak semua gunung api Indonesia pernah meletus, namun berdasarkan kenampakan criteria dapat didefinisikan (kenampakan permukaan, jenis batuan penyusun, dsb) bisa dikatakan sebagai gunung api. Gunung api Indonesia memiliki 3 tipe, yaitu tipe A, tipe B, dan tipe C.
Gunung api tipe A adalah gunung api yang pernah meletus atau meningkat kegiatannya sejak tahun 1.600 sampai sekarang. Tahun 1.600 dibuat sebagai patokan mungkin karena saat itu para naturalis dari Belanda melakukan pencatatan. Tipe A ini sebanyak 78 gunung.
Gunung api tipe B, tidak memiliki sejarah letusan sejak tahun 1.600 atau sebelumnya, tetapi terdapat lubang bekas letusan (kawah yang tidak aktif) di kawah atau puncaknya. Tipe B ada 30 gunung.
Gunung api tipe C adalah tipe gunung api yang hanya memiliki manifestasi panas bumi (solfatara, fumarola) dipermukaannya, tetapi tidak memiliki sejarah letusan sejak tahun 1.600 atau sebelumnya maupun lobang letusan di puncak/tubuhnya. Tipe ini sebanyak 21 gunung.
Dari kenyataan yang bisa dilihat secara kasat mata, maka gunung yang mempunyai potensi letusan adalah gunung dengan tipe A. Dalam sejarah belum tercatat ada letusan untuk tipe B dan tipe C, namun demikian tidak tertutup kemungkinan gunung-gunung yang ada pada kedua tipe ini meletus setelah mengalami “tidur panjang”.
Seperti kita ketahui, gunung api adalah hal yang misterius karena ilmu manusia sangat terbatas. Lebih dari 50% ilmu tentang gunung api masih belum terpecahkan. Namun perlu kita ketahui bahwa gunung api super besar ada di Indonesia, yaitu yang sekarang menjadi danau Toba di Sumatera Utara.
Danau Toba adalah kaldera raksasa yang terbentuk sekian juta tahun ke belakang akibat letusan maha dahsyat dimana lapili atau abu vulkaniknya mencapai Antartika dan Eropa. Posisi kedua di duduki oleh Gunung Tambora, yang letusannya mencapai Eropa dan Amerika Selatan serta mengakibatkan musim dingin yang gelap di benua Eropa selama enam bulan. Posisi ketiga adalah Gunung Krakatau (sekarang anak Krakatau), letusannya mengakibatkan beberapa bagian bumi mengalami kegelapan total selama beberapa minggu.
(penulis : Zarina, mahasiswa Teknik Pertambangan STTMI)
TIPE TIPE LETUSAN GUNUNG API
Letusan Tipe Hawaii
Tipe hawaii terjadi karena lava yang keluar dari kawah sangat cair, sehingga mudah mengalir ke segala arah. Sifat lava yang sangat cair ini menghasilkan bentuk seperti perisai atau tameng. Contoh: Gunung Maona Loa, Maona Kea, dan Kilauea di Hawaii.
Letusan Tipe Vulkano
Letusan tipe ini mengeluarkan material padat, seperti bom, abu, lapili, serta bahan-bahan padat dan cair atau lava. Letusan tipe ini didasarkan atas kekuatan erupsi dan kedalaman dapur magmanya. Contoh: Gunung Vesuvius dan Etna di Italia, serta Gunung Semeru di Jawa Timur.
Letusan Tipe Stromboli
Letusan tipe ini bersifat spesifik, yaitu letusan-letusannya terjadi dengan interval atau tenggang waktu yang hampir sama. Gunung api stromboli di Kepulauan Lipari tenggang waktu letusannya ± 12 menit. Jadi, setiap ±12 menit terjadi letusan yang memuntahkan material, bom, lapili, dan abu. Contoh gunung api bertipe stromboli adalah Gunung Vesuvius (Italia) dan Gunung Raung (Jawa).
Letusan Tipe Merapi
Letusan tipe ini mengeluarkan lava kental sehingga menyumbat mulut kawah. Akibatnya, tekanan gas menjadi semakin bertambah kuat dan memecahkan sumbatan lava. Sumbatan yang pecah-pecah terdorong ke atas dan akhirnya terlempar keluar. Material ini menuruni lereng gunung sebagai ladu atau gloedlawine. Selain itu, terjadi pula awan panas (gloedwolk) atau sering disebut wedhus
gembel. Letusan tipe merapi sangat berbahaya bagi penduduk di sekitarnya.
Letusan Tipe Pelee
Letusan tipe ini biasa terjadi jika terdapat penyumbatan kawah di puncak gunung api yang bentuknya seperti jarum, sehingga menyebabkan tekanan gas menjadi bertambah besar. Apabila penyumbatan kawah tidak kuat, gunung tersebut meletus.
Letusan Tipe Perret atau Plinian
Letusan tipe ini sangat berbahaya dan sangat merusak lingkungan. Material yang dilemparkan pada letusan tipe ini mencapai ketinggian sekitar 80 km. Letusan tipe ini dapat melemparkan kepundan atau membobol puncak gunung, sehingga dinding kawah melorot. Contoh: Gunung Krakatau yang meletus pada tahun 1883 dan St. Helens yang meletus pada tanggal 18 Mei 1980.
Letusan Tipe Sint Vincent
Letusan tipe ini menyebabkan air danau kawah akan tumpah bersama lava. Letusan ini mengakibatkan daerah di sekitar gunung tersebut akan diterjang lahar panas yang sangat berbahaya. Contoh: Gunung Kelud yang meletus pada tahun 1919 dan Gunung Sint Vincent yang meletus pada tahun 1902.
Itulah informasi terbaru tentang Proses Pembentukan Gunung Api (Indonesia) semoga informasinya bermanfaat, terima kasih atas kunjungan anda di blog admin, marilah kita senantiasa menjaga dan melestarikan lingkungan kita tercinta ini, itu saja pesan dari admin. Nantikan informasi menarik lainnya. *Advertisement*